loading...

Friday, March 1, 2013

Singgah Sebentar di Bau-bau

Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Oleh karena itu kapal merupakan alat transportasi yang tidak bisa dipisahkan dari masyarakat. Setelah menghabiskan waktu di Bali selama kurang lebih tiga bulan, saya melanjutkan perjalanan dengan bis ke kota Surabaya. Dari kota hiu dan buaya ini, saya dihadapkan pada dua pilihan, berangkat ke Papua naik kapal atau naik pesawat. Saya kemudian mendatangi sebuah agen penjualan tiket untuk mencari tahu harga tiket pesawat dan kapal PELNI yang hendak berangkat ke Manokwari dari Surabaya. Ternyata tiket kelas I KM Dobonsolo lebih mahal daripada tiket pesawat meskipun waktu tempuh lebih lama. Karena saya suka menulis jurnal perjalanan di internet maka saya putuskan untuk membeli tiket Kelas IB yang akan mengantar saya ke kota Sorong. Kalau naik pesawat maka hanya sedikit saja cerita yang bisa saya sampaikan kepada para pembaca.

Kota Sorong adalah pintu masuk ke Papua bagi wisatawan asing dan dalam negeri yang hendak berlibur ke Raja Ampat. Tapi pada kesempatan ini, saya tidak berkunjung ke Waisai, atau Wayag. Daerah yang akan saya tuju adalah Distrik Kais yang terletak di Kabupaten Sorong Selatan. Kapal meninggalkan Pelabuhan Tanjung Perak di malam hari menuju Makassar. Kemudian kapal melanjutkan perjalanan ke Pelabuhan Bau-bau di Sulawesi Tenggara. Ketika sampai di Bau-bau, saya menyempatkan diri keliling daerah di sekitar pelabuhan. Sore itu banyak sekali masyarakat yang hiruk-pikuk di Pelabuhan. Ada yang mengantar keluarganya hendak berangkat ke Papua dan ada juga yang sibuk menjajakan makanan kepada setiap orang. Namun, ada satu pemandangan mengasyikan yang saya lihat. Seorang bapak dengan santainya duduk tepian dermaga sambil memancing.
Sayapun tertarik untuk mendekatinya. bapak itu memegang nilon pancing di tangannya. Ia mengenakan sebuah topi merah yang bertuliskan huruf-hurif Cina. Saya tidak mengerti apa arti huruf-huruf itu namun kemungkinan besar ia mendapat topi itu dari awak kapal yang singgah di pelabuhan itu. Umpan untuk pancing ikan adalah sepotong kue yang isinya adalah parutan kelapa yang dicampur gula merah. Ikan di Bau-bau ternyata doyan makan kue. Buktinya adalah beberapa ekor ikan yang berhasil dipancingnya.
Tak jauh dari kami, nampak para ABK (Anak Buah Kapal) dari beberapa kapal Phinisi sedang sibuk memuat barang. Sebagai seseorang yang akrab dengan kehidupan di laut, saya sangat menikmati pemandangan tersebut. Mimpi saya adalah memiliki sebuah kapal yang bisa dipakai untuk berkeliling Indonesia yang luas ini. Entah kapan mimpi itu bisa terwujud, saya hanya bisa berharap saja.
Sudah beberapa kali saya singgah di Pelabuhan Bau-bau. Saya suka sekali dengan hidangan ikan bakar yang disajikan di sebuah rumah makan yang jaraknya sekitar 300 meter di sebelah kanan pelabuhan.
Ketika senja tiba, stom kapal berbunyi. Saya naik bersama-sama dengan ribuan penumpang lainnya ke atas geladak KM Dobonsolo. Tak lama kemudian tali di dermaga dilepas dan akhirnya kami melanjutkan perjalanan ke Papua. oleh Charles Roring/ E-mail: peace4wp@gmail.com

No comments:

Post a Comment